Minggu, 06 Februari 2011

Antagonisme Politik Sebuah Pengantar

Oleh : Fitriani Lundeto

Antagonisme adalah unsur yang paling penting dalam politik; karena antagonisme ada, maka harus ada usaha untuk menghilangkan atau menguranginya guna mencapai integrasi sosial. Masalah utama dari antagonisme politik adalah bagaimana menentukan sebab-sebab dari antagonisme politik. Setiap doktrin politik menekankan satu sebab. Bagi kaum konservatif tradisional, perjuangan untuk merebut kekuasaan menempatkan “elite” –mereka yang mampu melaksanakan kekuasaan –melawan “masa” –mereka yang menolak untuk mengakui superioritas alami dari elite dan haknya untuk pemerintah. Beberapa orang juga mempertahankan bahwa ada ras-ras superior, yang ditentukan untuk berkuasa, dan ras-ras inferior, yang bisa berpartisipasi di dalam proses peradapan di bawah bimbingan ras-ras superior.

Kaum liberal menolak paham tentang ketidaksamaan alami di kalangan kelompok-kelompok sosial atau ras. Mereka melihat perjuangan politik sama seperti perjuangan ekonomi. Di dalam suatu masyarakat di mana tidak ada cukup benda-benda konsumsi untuk memuaskan permintaan umum, ada persaingan yang konstan di antara manusia, di mana setiap orang mencoba meraih keuntungan yang sebesar-besarnya bagi dirinya dengan merugikan orang lain. Hal ini menegaskan bahwa memegang posisi kekuasaan memberikan seseorang keuntungan yang sangat besar. Dari sini homo politicus  tidaklah berbeda dari homo economicus. Pergumulan politik mempunyai motif yang sama seperti persaingan ekonomi. Kedua-duanya adalah bentuk dari struggle for life, yang secara mendasar menempatkan satu spesies melawan yang lain, dan individu di dalam spesies melawan yang lainnya, menurut biologi Darwin.

Bagi kaum Marxis, antagonisme politik pada hakekatnya bersifat ekonomis, akan tetapi mereka lebih tergantung pada sistem produksi daripada persaingan bagi benda-benda konsumsi. Keadaan teknologi menentukan cara produksi (pertanian purba, pertanian feodal, dan industri pertanian), yang pada gilirannya menghasilkan kelas-kelas sosial; beberapa kelas mempunyai alat-alat produksi dan karena itu dominan, sedangkan yang lain hanya mempunyai kemampuan bekerja dan harus dijual jasanya kepada yang memiliki alat. Kelas yang terdiri dari pemilik harta benda mempergunakan keadaan itu untuk mempertahankan dominasinya terhadap kelas yang tidak mempunyai harta milik, yang secara alami menolak penindasan ini. Konsekuensinya, perjuangan politik disebabkan oleh perjuangan kelas.

Doktrin-doktrin Marxis melecehkan konflik politik atara kelompok-kelompok sosial selain konflik kelas (komunitas, daerah, bangsa, agama, ideologi dan lainnya) sebagai kelas dua. Kaum Marxis menganggapnya hanya sebagai pencerminan perjuangan kelas. Penjelasan tunggal yang meliputi segala-galanya ini kelihatannya tidak diterima. Faktor-faktor “sosialkultural”, di mana sejarah, tradisi, dan pendidikan memainkan bagian penting di samping faktor-faktor material, kelihatannya memberikan sumbangannya sendiri kepada antagonisme politik dan tidak bisa senantiasa dihubungkan dengan perjuangan kelas.

Lahirnya teori-teori psikoanalisa mutakhir menjelaskan motivasi psikologis tentang pergolakan-pergolakan politik. Konflik-konflik batin misalnya, menghasilkan frustasi yang berkembang ke dalam kecenderungan-kecenderungan agresi dan dominasi. Satu dari keutamaan analisa-analisa jenis ini adalah untuk menunjukkan bahwa homo politicus adalah sangat kompleks, dan keinginan bagi keuntungan material dari kekuasaan bukanlah selalu motif utama yang mendorongnya untuk memperolehnya. Benar, bahwa tidak ada yang lebih menjadi homo politicus; malahan, manusia secara keseluruhan terlibat di dalam kehidupan dengan berbagai macam aspek.

Kita bisa menggolongkan sebab-sebab yang berbeda-beda dari antagonisme politik dari beberapa aspek yaitu : ada yang bekerja pada tingkat individual seperti kecerdasan pribadi dan faktor psikologi; sedangkan yang lain ada yang bekerja pada tingkat kolektif, seperti faktor-faktor rasial, perbedaan di dalam kelas-kelas sosial, dan faktor-faktor sosialkultural. Setiap kategori sesuai dengan sebuah bentuk perjuangan politik. Perjuangan yang berputar di sekeliling kekuasaan terjadi terjadi di antara individu-individu, pada satu pihak, dan antar kelompok di pihak lain. Perjuangan merebut kekuasaan menempatkan individu-individu dalam persaingan dengan contoh semisal mendapatkan portofolio kabinet, kursi parlemen, pos untuk menjaga perfect, bintang-bintang jenderal, kabag, subbag, Pembantu Ketua, Ketua/Rektor, dan lain sebagainya. 

Di dalam kumpulan manusia yang besar, konflik-konflik individual ini dilipatgandakan oleh konflik-konflik universal antara kelompok di dalam masyarakat –ras, kelas, komunitas, lokal-korporasi-korporasi, bangsa-bangsa, dan lain sebagainya. Dua jenis perjuangan menjadi campur baur. Arti pentingnya masing-masing ditafsirkan serbaneka dari idologi politik serbaneka: idologi liberal terutama mempertimbangkan konflik-konflik kolektif; idiologi sosial dan idiologi konsrvatif berbuat persis sebaliknya, yang pertama menekankan konflik kelas, dan yang kedua, konflik di antara ras-ras atau “kelompok horizontal” (bangsa-bangsa, agama-agama, suku-suku, dan lain sebagainya).

0 komentar :

Posting Komentar

MOHON MAAF KEPADA PARA PENGUNJUNG BLOG LSBO KHALIFAH DALAM PROSES PERBAIKAN.........