Rabu, 06 April 2011

Teologi Kemiskinan


Oleh : M. Iklam. Patonaung
Anggota LSBO Khalifah

Miskin atau kemiskinan dipahami sebagai ketiadaan harta atau ketidakberdayaan yang membuat seorang tak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Dalam bahasa Arab, kata miskin berakar dari kata sakana, yaskun, sukun, yang secara harfiah berarti diam, tak bergerak. Jadi, miskin menunjuk pada kondisi diam, tanpa aktivisme dan dinamisme dalam hidup.
Kemiskinan dalam semua bentuknya harus dicegah. Dalam Islam, kemiskinan dipandang sebagai dharar, yaitu sesuatu yang membahayakan. Setiap yang membahayakan tentu harus dicegah dan dihilangkan sesuai kaidah fikih, al-dharar yuzalu. Karena itu, bagi kaum Muslim, menghilangkan kemiskinan adalah wajib kifayah hukumnya.
Untuk mencegah dan mengatasi problem kemiskinan, kaum Muslim perlu memperhatikan paling tidak tiga hal ini. Pertama, memahami dengan benar sikap dan pandangan Alquran tentang kemiskinan itu sendiri. Dalam Alquran, Allah justru memberi pujian pada kehidupan yang berkecukupan. Pujian itu, misalnya, diberikan dalam konteks pemberian aneka macam kenikmatan kepada Nabi Muhammad SAW.
''Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang miskin (berkekurangan), lalu Dia memberikanmu kecukupan.'' (QS Dhuha [93]: 8). Kedua, melepaskan diri dari teologi jabariyah yang fatalistik. Sebagian kaum Muslim masih ada yang berpandangan miskin adalah takdir dalam arti nasib yang tidak dapat diubah. Sebagian yang lain berpandangan miskin adalah sesuatu yang mulia dan dipandang sebagai syarat mencapai derajat takwa. Pandangan seperti ini tentu tidak sebangun dengan semangat dan upaya pengentasan kemiskinan.
Ketiga, membangun etos kerja yang kuat. Dalam Islam, kerja dinamakan amal, dan amal adalah ibadah (berpahala). Tanpa kerja (amal), ajaran apa pun, termasuk agama, tentu kurang berguna. Iman sejatinya menjadi fungsional dalam kehidupan hanya dengan amal. Bahkan amal dapat dipandang sebagai cara berada manusia (mode of existence). Ia dianggap ada bila ia bekerja dan berbuat untuk kemajuan dirinya, keluarga, masyarakat dan bangsa.
Dalam konteks ini, Rasulullah SAW berpesan agar kaum Muslim rajin dan giat bekerja, tanpa bermalas-malas, serta menjauhkan diri dari sikap minta-minta. Sabdanya, ''Sekiranya salah seorang dari kamu mengambil tali, lalu membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya lalu menjualnya, hal itu lebih baik baginya dari pada meminta-minta kepada orang, baik ia diberi atau ditolak.'' (HR Bukhari). Wallahu a'lam bish-shawab.

0 komentar :

Posting Komentar

MOHON MAAF KEPADA PARA PENGUNJUNG BLOG LSBO KHALIFAH DALAM PROSES PERBAIKAN.........